• Beranda
  • Penyakit
  • Jenis-Jenis Trauma yang Bisa Dialami Korban Kekerasan Seksual

Jenis-Jenis Trauma yang Bisa Dialami Korban Kekerasan Seksual

Jenis-Jenis Trauma yang Bisa Dialami Korban Kekerasan Seksual

Bagikan :


Kasus kekerasan seksual belakangan kian marak terjadi masyarakat. Kekerasan seksual bisa dialami siapa saja, baik pria maupun wanita juga anak-anak maupun dewasa. Namun sebagian besar korban kasus kekerasan seksual adalah para perempuan, termasuk pada perempuan disabilitas dan perempuan rentan diskriminasi seperti pengidap HIV/AIDS.

Dilansir dari data Komnas Perempuan, pada tahun 2020 kasus kekerasan seksual di ranah pribadi menduduki peringkat dua, yaitu sebesar 1.983 kasus atau 30% dari total kasus kekerasan keseluruhan. Tingginya angka kasus kekerasan seksual merupakan hal yang perlu diwaspadai karena dapat meninggalkan trauma mendalam dalam yang berkepanjangan bagi para korban.

Kekerasan seksual dapat memberi efek yang berbeda bagi setiap korban. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan trauma secara fisik dan emosional. Dampak trauma ini tentunya tidak mudah untuk dihadapi. Namun dengan bantuan dan perhatian yang tepat, kondisi ini dapat dikelola dengan baik.

Mengenali berbagai jenis trauma pada kekerasan seksual merupakan salah satu cara untuk membantu proses penyembuhan trauma. Dilansir dari laman RAINN.org, berikut ini beberapa trauma yang bisa dialami para korban kekerasan seksual:

1. Depresi

Depresi adalah gangguan suasana hati yang membuat seseorang merasa sedih terus-menerus dan tidak memiliki semangat hidup. Pada penyintas kekerasan seksual, depresi merupakan salah satu efek yang paling sering dirasakan.

Korban dapat merasa tidak terima, putus asa, menyalahkan diri sendiri dan lingkungan yang bisa dikaitkan dengan depresi. Apabila depresi tidak ditangani dengan baik, maka gejala depresi akan semakin parah dan memicu penyakit lainnya seperti stroke, penyakit jantung koroner hingga serangan jantung.

2. PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder)

Setelah mengalami peristiwa traumatis termasuk kekerasan dan pelecehan seksual, seseorang dapat merasakan stres, letakutan, cemas, dan sulit untuk mengendalikan diri dalam beberapa lama. Kondisi ini disebut dengan PTSD atau post-traumatic stress disorder.

Gejala PTSD ringan ditandai dengan kecemasan, stres dan ketakutan ketika melihat hal yang memicu ingatan pada peristiwa traumatis. Pada gejala PTSD yang berat, penyintas akan terus-menerus dirundung ketakutan dan tidak dapat kembali beraktivitas seperti biasanya.

3. Disosiasi

Disosiasi adalah terlepas dari realitas. Orang yang mengalami disosiasi akan merasa tidak terhubung dengan pikiran, perasaan, ingatan dan sekelilingnya. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan identitasnya, tidak mengenali siapa dirinya dan waktu saat ini. Pada beberapa kasus, orang yang mengalami disosiasi merasa bahwa salah satu antara dirinya atau dunianya adalah tidak nyata.

4. Menyakiti diri sendiri (self-harm)

Penyintas kekerasan seksual memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri. Tindakan ini dipicu perasaan bahwa mereka tidak layak untuk hidup dan tidak memiliki masa depan yang baik. Akibatnya, pelampiasan terbaik yang dapat terpikirkan adalah melukai diri sendiri. Tindakan melukai diri sendiri dianggap sebagai cara untuk mengalihkan perhatian, melepas stres dan bentuk meluapkan emosi meskipun cara tersebut dapat membahayakan nyawa.

5. Keinginan untuk bunuh diri

Korban kekerasan seksual kerap memiliki pikiran untuk bunuh diri karena merasa tak lagi punya masa depan, merasa kecil dan tidak berharga, menyesal dengan apa yang sudah terjadi dan merasa bahwa tidak ada lagi yang sayang padanya. Gejala ingin bunuh diri sering ditandai dengan melakukan tindakan bahaya yang mengarah pada kematian, tidak bersemangat, kehilangan minat pada hal yang ia sukai dan sering bicara mengenai kematian.

 

Tidak mudah bagi korban untuk berani berbagi cerita pada orang lain mengenai apa yang ia rasakan dan apa yang ia alami. Jika Anda menerima aduan mengenai kekerasan seksual, terus beri dukungan pada korban agar ia mampu menguatkan dirinya dan hindari memberi pendapat yang bersifat menghakimi. Anda bisa membantu korban dengan sekadar mendengarkan ceritanya, terus memperhatikan keadaannya, atau mencarikan bantuan medis serta konsultasi pada psikolog dan psikiater.

Writer : Ratih AI Care
Editor :
  • dr Ayu Munawaroh, MKK
Last Updated : Minggu, 16 April 2023 | 03:32